Sekelompok alumni melakukan reuni, dan 
kemudian memutuskan untuk pergi mengunjungi profesor favorit mereka yang
 sudah pensiun. Saat berkunjung, pembicaraan mereka berubah menjadi 
keluhan mengenai stres pada kehidupan dan pekerjaan mereka.
Profesor itu menyajikan coklat panas 
pada tamu-tamunya. Ia pergi ke dapur dan kembali dengan coklat panas di 
teko yang besar dan berbagai macam cangkir: porselen, gelas, kristal, 
dan lain-lain; sebagiannya bagus dan berharga mahal, akan tetapi 
sebagian lagi bentuknya biasa saja harganya murah. Ia mengatakan kepada 
mereka untuk mengambil sendiri coklat panas tersebut.
Ketika mereka semua memegang secangkir 
coklat panas di tangan mereka, profesor yang bijak berkata, “Perhatikan,
 semua cangkir yang bagus dan mahal telah diambil. Yang tersisa, 
hanyalah cangkir yang biasa dan murah. Memang, adalah normal bagi kalian
 untuk menginginkan yang terbaik. Namun, itu adalah sumber dari masalah 
dan stres kalian.”
“Cangkir tidak menambahkan kualitas dari
 coklat panas. Pada kebanyakan kasus, itu hanya menambah mahal, dan 
bahkan menyembunyikan apa yang kita minum. Apa yang kalian inginkan 
sebenarnya adalah coklat panas, bukan cangkirnya. Tetapi secara tidak 
sadar kalian  menginginkan cangkir yang terbaik. Lalu, kalian mulai saling melihat dan membandingkan cangkir kalian masing-masing.”
Para alumni terdiam, menyimak nasehat dari profesor.
“Sekarang pikirkan ini: Kehidupan adalah
 coklat panas. Pekerjaan, Uang, dan Kedudukan adalah cangkirnya. Itu 
hanyalah alat untuk memegang dan memuaskan kehidupan. Cangkir yang kau 
miliki tidak akan menggambarkan, atau mengubah kualitas kehidupan yang 
kalian miliki.”
“Terkadang, dengan memusatkan perhatian 
kita hanya pada cangkirnya, kita gagal untuk menikmati coklat panas yang
 telah Tuhan sediakan bagi kita. Tuhan membuat coklat panasnya, tetapi 
manusia memilih cangkirnya. Orang-orang yang paling bahagia tidak 
memiliki semua yang terbaik. Mereka hanya berbuat yang terbaik dari apa 
yang mereka miliki.”
Profesor itu berhenti sejenak, menghela 
nafas, lalu melanjutkan, “Hiduplah dengan sederhana. Bermurah hatilah. 
Perhatikanlah sesama dengan sungguh-sungguh. Dan akhirnya, silakan 
nikmati coklat panas kalian.” 
[Catatan: Kisah di atas kemungkinan hanya fiktif dan perumpamaan.]
Salam,
http://adniku.blogspot.com

Post a Comment