Kenapa sering dijumpai ketidakbahagiaan
di dunia ini? Mungkin jawabnya sederhana: karena banyaknya kebencian
yang bertaburan di muka bumi. Kebencian kepada kompetitor, atasan,
bawahan, tetangga, rekan sekerja, bahkan tak jarang keluarga, berserakan
di mana saja.
Kebencian dan kebahagiaan ibarat api dan
air, tidak mungkin berpadu di tempat yang satu. Keduanya saling
berlawanan dan berseberangan secara diametral. Kebahagiaan tidak mungkin
tumbuh dari benih kebenciaan.
“Ketika tidak ada lagi cara untuk
mencari kebahagiaan maka kita hanya memiliki satu pilihan, yaitu
mengorbankan apa yang kita sebut kebencian. Sebab, hanya dengan itulah
kebahagiaan akan terlahir di samping kita.” [Agnes Davonar, dikutip dari Kompasiana.Com.]
Orang yang hatinya tidak dihinggapi
kebencian maka hidupnya berbahagia dan ia seolah berada di surga dunia.
Sedangkan, ulama berkata bahwa siapa yang mendapatkan surga dunia maka
ia akan mendapatkan surga akhirat.
Ibn al-Qayyim menukil ucapan Ibn Taimiyyah,
إِنَّ فِي الدُّنْيَا جَنَّةً مَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا لَمْ يَدْخُل جَنَّة الآخِرَة
“Sesungguhnya di dunia terdapat
surga. Siapa yang tidak/belum memasuki surga dunia tersebut niscaya ia
tidak akan memasuki surga akhirat.” [Ad-Dā` wad Dawā`, hlm. 186; dan Madārij as-Sālikīn vol. I, hlm. 454]
Kebahagiaan dunia bisa jadi merupakan representasi dari kebahagiaan akhirat. Ulama menetapkan satu kaidah yang berbunyi:
الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَل
“Ganjaran/balasan adalah sesuai dengan jenis tindakannya.” [Lihat misalnya: Tafsīr Ibn Katsīr, vol. I, hlm. 77, Rūh al-Ma`āniy vol, XVI, hlm. 256, Syarh al-`Aqīdah al-Thahawiyyah, hlm. 379, Fat-h al-Bārī, vol. X, hlm. 177, dan lain-lain.]
Mari kita perhatikan riwayat Anas ibn Mālik tentang seorang pria calon ahli Surga[1]:
Ketika Sahabat sedang duduk bersama
Nabi, tiba-tiba beliau bersabda, “Sebentar lagi akan datang seorang
penghuni surga kepada kalian.” Tak lama kemudian datanglah seorang pria
dari Anshar yang jenggotnya basah karena air wudhu. Ia datang sambil
menjinjing kedua sendalnya dengan tangan kirinya. Hal yang sama berulang
sampai tiga kali dalam tiga hari berturut-turut.
Pada hari ketiga, `Abdullāh ibn `Amr ibn
al-`Āsh menghampiri pria tersebut dan berkata, “Aku sedang bermasalah
dengan ayahku, hingga aku bersumpah untuk menghindarinya selama tiga
hari. Jika diizinkan,aku ingin menginap di tempat Anda selama masa tiga
hari tersebut.”
Pria Anshar tersebut pun mengizinkan
`Abdullāh ibn `Amr untuk menginap di rumahnya. Selama tiga malam bersama
dengan pria Anshar itu, `Abdullāh ibn `Amr tidak pernah melihat ia
melaksanakan shalat malam. Kecuali ketika terjaga dan mengubah
posisinya, ia berdzikir dan bertakbir, sehingga ia bangun untuk
melakukan shalat Subuh. Hanya saja, `Abdullāh ibn `Amr tidak pernah
mendengar ucapan yang keluar dari pria tersebut melainkan kebaikan.
`Abdullāh ibn `Amr berkata, “Setelah
tiga hari hampir usai dan aku hampir merendahkan amalannya, aku pun
berterus terang kepadanya, ‘Hai hamba Allah, sesungguhnya tidak ada
permusuhan ataupun pertengkaran antara aku dan ayahku. Hanya saja aku
telah mendengar sabda Nabi sebanyak tiga kali bahwa kami akan didatangi
oleh seorang ahi Surga, dan kau pun muncul sebanyak tiga kali itu.
Karena itu, aku ingin melihat amal ibadahmu agar aku dapat
meneladaninya. Namun, aku tidak melihat engkau banyak melakukan amal
ibadah. Jika demikian, apakah yang menyebabkan engkau disebut Nabi
sebagai ahli Surga?’”
Pria itu menjawab, “Amal ibadahku hanyalah sebatas yang kau lihat.”
Ketika `Abdullāh ibn `Amr
meninggalkannya, pria itu memanggil. “Hanya saja, aku tidak memiliki
hasrat untuk berbuat curang kepada seorang pun, dan aku tidak merasa
dengki dengan kebaikan yang Allah berikan kepada orang lain.”
`Abdullāh ibn `Amr menjawab, “Inilah
yang menyebabkan engkau mencapai posisi tersebut, dan itulah yang kami
belum mampu lakukan.” [Lihat: Musnad Ahmad, vol. III, hlm. 166, no. 12720.]
Jadi, dengan membuang kedengkian dan
kebencian kepada orang lain, pria calon ahli surga itu memeroleh
kebahagiaan (baca: Surga) di dunia. Dan, sebagai lanjutan ganjaran, ia
juga kemudian mendapatkan Surga di akhirat.
Di Surga tidak akan ada kebencian.
Sebab, Surga adalah tempat kebahagiaan sejati. Sedangkan, kebahagiaan
sejati tidak mungkin bersanding dengan kebencian.
Allah `Azza wa Jalla berfirman,
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ إِخْوَاناً عَلَى سُرُرٍ مُّتَقَابِلِينَ
“Dan Kami lenyapkan segala rasa
dendam dalam dada para penghuni Surga, sedang mereka merasa bersaudara
duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.” [QS al-Hijr/15: 47.]
Kita ingin memeroleh kebahagiaan serta
surga di dunia dan akhirat? Membuang kebencian adalah salah satu
kuncinya. Ini sama sekali bukan hal yang mudah, tentunya.
Kebencian yang dimaksud oleh tulisan ini adalah yang dilatarbelakangi oleh buruknya hubungan antar sesama, hawa nafsu dan vested interest;
dan tentu saja bukan untuk menafikan kebencian yang memang
diperintahkan oleh agama, seperti kebencian terhadap tindakan kekufuran,
kemaksiatan, dan lain sebagainya, sebagaimana yang dimaksud oleh sabda
Nabi:
إِنَّ أَوْثَقَ عُرَى الْإِسْلاَمِ: أَنْ تُحِبَّ فِي اللهِ وَ تُبْغِضُ فِي الله
“Sesungguhnya simpul Islam yang paling kuat adalah engkau mencintai dan membenci karena Allah.” [Lihat misalnya: Shahīh al-Jāmi` al-Shaghīr no. 2009.]
Inilah yang sementara dapat saya tuliskan. Semoga bermanfaat. Wallāhu a`lam bish-shawāb.
Salam,
~adni kurniawan
http://adniku.blogspot.com
*Gambar dari hasil pencarian Google.
[1] Teks riwayat Anas ibn Mālik:
كنا
جلوسا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : يطلع عليكم الآن رجل من أهل
الجنة فطلع رجل من الأنصار تنطف لحيته من وضوئه قد تعلق نعليه في يده
الشمال فلما كان الغد قال النبي صلى الله عليه وسلم مثل ذلك فطلع ذلك الرجل
مثل المرة الأولى فلما كان اليوم الثالث قال النبي صلى الله عليه وسلم مثل
مقالته أيضا فطلع ذلك الرجل على مثل حاله الأولى فلما قام النبي صلى الله
عليه وسلم تبعه عبد الله بن عمرو بن العاص فقال اني لاحيت أبي فأقسمت أن لا
أدخل عليه ثلاثا فان رأيت ان تؤويني إليك حتى تمضي فعلت قال نعم قال أنس
وكان عبد الله يحدث انه بات معه تلك الليالي الثلاث فلم يره يقوم من الليل
شيئا غير انه إذا تعار وتقلب على فراشه ذكر الله عز وجل وكبر حتى يقوم
لصلاة الفجر قال عبد الله غير اني لم أسمعه يقول الا خيرا فلما مضت الثلاث
ليال وكدت ان احتقر عمله قلت يا عبد الله اني لم يكن بيني وبين أبي غضب ولا
هجر ثم ولكن سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لك ثلاث مرار يطلع
عليكم الآن رجل من أهل الجنة فطلعت أنت الثلاث مرار فأردت ان آوي إليك
لأنظر ما عملك فاقتدى به فلم أرك تعمل كثير عمل فما الذي بلغ بك ما قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال ما هو الا ما رأيت قال فلما وليت دعاني
فقال ما هو الا ما رأيت غير اني لا أجد في نفسي لأحد من المسلمين غشا ولا
أحسد أحدا على خير أعطاه الله إياه فقال عبد الله هذه التي بلغت بك وهى
التي لا نطيق. (رواه أحمد في المسند جـ3 صـ166 ر2009)
Post a Comment