Pernahkah
kau mengalami kehilangan? Kehilangan sesuatu ternyata begitu menoreh
gundah dan duka, padahal sebelumnya keberadaannya tidak mendapat
penghargaan yang selayaknya. Hanya sebagian sirna namun seolah terenggut
segala. Padahal, bukankah lebih banyak yang tersisa dibanding yang
tiada? Setidaknya, kau masih punya jiwa, yang membuat segalanya jadi ada
nilainya. Apa gunanya kau mendapat emas tak terhitung banyaknya bila
kau kehilangan meski hanya satu nyawa.
Sekiranya
kau mencari pelipur lara, maka pandangilah burung-burung yang membelah
angkasa raya. Membentang sayap sebagai pertanda merdeka. Melayang,
mengendarai angin dengan ringannya. Begitu bahagia. Sebab tak membawa
beban apa-apa. Hidupnya untuk hari ini. Makanannya sekedar saat ini.
Tidak ada simpanan apalagi tabungan bagi masa depan, karena diartikan
sebagai sebentuk kecemasan, yang akan menodai kegembiraan.
Jika
demikian, maka melepaskan ikatan kepemilikan atas sesuatu dapat menjadi
pernyataan kebebasan. Sehingga, menghilangkan sesuatu berarti jalan
menuju kemerdekaan. Sebab, pada umumnya, kau tidaklah memperbudak apa
yang kau miliki. Kau justru diperbudak olehnya. Lukamu dan dukamu yang
mendalam saat kehilangannya merupakan buktinya.
Dan,
jika kesedihanmu masih juga angkuh bersemayam pada singgasananya, maka
lihatlah mereka yang tidak memiliki apa-apa sejak semula. Juga mereka,
yang terbujur tanpa daya, dalam kungkungan rumah sakit, yang sebenarnya
adalah penjara. Atau mereka, yang tertidur dalam gulita bawah jembatan
atau lorong tak bertuan, dari kota yang bermandi cahaya.
Kemiskinan
bagimu, merupakan kekayaan bagi orang lain, yang bahkan tidak cukup
berani untuk memimpikannya. Maka, mari hayati sejenak petuah nabawi:
انْظُرُوْا
إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ
فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ
عَلَيْكُمْ
“Lihatlah
kepada yang di bawahmu, dan janganlah memandang kepada yang di atasmu.
Sebab yang demikian itu lebih layak bagimu untuk tidak meremehkan
nikmat-Nya kepadamu.” [Shahīh Muslim IV/2275/2963.]
Kehilangan,
hanyalah sebuah pelajaran bahwa sejati yang kita miliki bukanlah benda,
melainkan amal nyata, yang kelak diperhitungkan oleh-Nya.
Sebenarnya, aku tidak sedang melipur dukamu, apalagi mengguruimu, Kawan. Aku hanya tengah membincangi diriku sendiri.
(April 2009, sambil duduk menunggu di tempat pencucian motor, setelah kehilangan sesuatu.)
*Sumber gambar dari hasil pencarian Google.
semoga allah mengganti yang lebih baik darinya..amin
ReplyDeleteIzin copas ya, Pak.. (dengan mencantumkan link)
ReplyDeleteawalnya tersesat hingga menemukan postingan ini, sungguh tersesatnya saya ke blog anda pastilah bgn dari ketetapan Allah
ReplyDeletejakallahu khairan…ijin share ya pak