“Tidak
 ada yang tetap, kecuali perubahan itu sendiri.” Demikianlah bunyi 
sebuah pameo terkenal. Tidak ada yang dapat kita lakukan untuk 
menghambat perubahan. Yang dapat kita lakukan hanyalah mengarahkan 
perubahan dan atau mengantisipasi perubahan. 
Banyak buku yang mengupas tentang masalah perubahan dan inovasi seperti: Differentiate Or Die, karangan Jack Trout dan Steve Rivkin; Blue Ocean Strategy karangan W. Chan Kim dan Renée Mauborgne; Change dan Re-code Your Change DNA, keduanya karya Rhenald Kasali, dan masih banyak lagi yang lain. 
Salah satu buku yang bagus, inspiring dan mudah dipahami yang mengupas tentang bagaimana menyikapi perubahan adalah Who Moved My Cheese, karangan Spencer Johnson. Meski buku ini sebenarnya termasuk kategori buku cukup lawas, namun content-nya
 masih tetap relevan dan dapat dimanfaatkan sampai saat ini dan nanti, 
sehingga saya cantumkan dalam blog ini. Meskipun alasan sebenarnya 
adalah, karena saya suka buku itu! Hehe. 
Buku
 ini mengupas tentang dua hal berseberangan yang bekerja dalam diri 
kita, yaitu “sederhana” dan “rumit”, yang ditamsil dan diumpamakan 
melalui empat tokoh imajiner dalam sebuah kisah fiktif. Empat tokoh 
tersebut mewakili bagian dari kepribadian manusia, yaitu: Sniff (Endus), Scurry (Lacak), Hem (Kaku) dan Haw
 (Aman). Sniff dan Scurry digambarkan sebagai dua ekor tikus, sementara 
Hem dan Haw digambarkan sebagai dua orang kurcaci. Keempatnya hidup 
dalam labirin-labirin, yang menggambarkan berbagai perubahan dan 
ketidakpastian. Buku ini banyak mengandung simbolisasi yang indah dan 
mudah ditangkap. 
Kadang
 kita bertindak seperti Sniff, yang mampu mencium adanya perubahan 
dengan cepat, atau Scurry yang segera bergegas mengambil tindakan, atau 
Hem yang menolak serta mengingkari perubahan karena takut perubahan akan
 mendatangkan hal yang buruk, atau Haw yang baru mencoba beradaptasi 
dalam keadaan terdesak dan apabila melihat perubahan mendatangkan 
sesuatu yang lebih baik. 
Di
 Indonesia, buku tersebut diterjemahkan dan diterbitkan oleh Elex Media 
Komputindo. Cetakan yang saya gunakan kali ini adalah cetakan ke-12, 
Agustus 2006. (Milik pribadi? Oh bukan, pinjam punya teman. He he.) 
Berikut ini adalah kisah fiktif dan perumpaan yang menjadi inti buku dimaksud, dengan ringkasan dan perubahan: 
WHO MOVED MY CHEESE
Hidup empat tokoh yang berlarian di dalam labirin mencari cheese untuk kesejahteraan dan kebahagiaan mereka. Dua
 di antaranya adalah tikus yang bernama “Sniff’ dan “Scurry”, dua 
lainnya adalah kurcaci sebesar tikus yang berpenampilan dan bertingkah 
laku sama seperti manusia pada saat ini. Namanya adalah “Hem” dan “Haw”.
Setiap hari tikus dan kurcaci tersebut menghabiskan waktu mereka di dalam labirin mencari cheese kesukaan mereka.
Tikus-tikus,
 Sniff dan Scurry, yang hanya mampu berpikir sejauh otak binatang 
pengerat itu berpikir namun dikaruniai naluri yang baik, mencari cheese keras berlubang-lubang sama seperti yang dilakukan tikus-tikus lainnya.
Sementara itu kedua kurcaci, Hem dan Haw, menggunakan otak mereka, yang dipenuhi dengan berbagai dogma dan emosi, mencari Cheese yang berbeda—yaitu Cheese dengan C besar.
Namun meskipun berbeda, kurcaci dan tikus memiliki kesamaan. Setiap pagi masing-masing mengenakan pakaian jogging dan sepatu lari mereka, meninggalkan rumah kecil mereka, berlomba lari menuju labirin mencari cheese favorit mereka.
Labirin tersebut terdiri dari lorong panjang berkelok-kelok dan ruang-ruang yang beberapa di antaranya berisi cheese yang lezat. Namun demikian ada pula sudut-sudut gelap dan jalan tak bertuan yang menyesatkan. Sehingga mudah sekali bagi siapa saja tersesat di dalamnya.
Sementara itu, bagi mereka yang telah menemukan jalan, terdapat rahasia-rahasia yang membuat mereka bisa hidup senang.
Tikus-tikus, Sniff dan Scurry, menggunakan metode trial and error dalam mencari cheese. Mereka
 berlari ke satu lorong dan jika temyata kosong, mereka akan berbalik 
dan mulai mencari di lorong yang lain. Mereka mengingat lorong mana saja
 yang tidak menyimpan cheese dan dengan cepat pindah ke daerah lain.
Sniff bertugas melacak jejak cheese dengan
 mengendus-endus menggunakan hidungnya yang hebat, sedang Scurry yang 
akan berlari terlebih dulu. Mereka pernah juga salah arah dan sering 
menabrak tembok. Namun tak lama kemudian mereka akan menemukan kembali 
jalan yang benar.
Sama
 seperti tikus, kedua kurcaci, Hem dan Haw, juga menggunakan kemampuan 
berpikir dan belajar dari pengalaman mereka. Namun mereka bergantung 
pada otak mereka yang kompleks dalam mengembangkan metode menemukan Cheese.
Meskipun
 demikian mereka semua, Sniff, Scurry, Hem, dan Haw menemukan apa yang 
mereka inginkan dengan cara masing-masing. Dan pada suatu hari, mereka 
menemukan cheese kesukaan mereka di salah satu ujung lorong Cheese Station C!
Setelah itu, setiap pagi para tikus dan kurcaci segera memakai perlengkapan lari mereka dan langsung berlari menuju Cheese Station C. Tak lama kemudian hal itu menjadi kegiatan rutin mereka.
Sniff
 dan Scurry tetap dengan kebiasaan bangun pagi mereka dan langsung 
berlari ke dalam labirin, dan selalu mengikuti rute yang sama. Begitu 
sampai di tujuan, mereka menanggalkan sepatu lari dan mengikat kedua 
talinya, lalu mengalungkannya di leher sehingga memudahkan mereka 
memakainya saat memerlukannya nanti. Kemudian mereka menikmati cheese.
Pada awalnya Hem dan Haw juga berlarian ke Cheese Station C setiap pagi untuk menikmati potongan Cheese baru yang lezat yang telah menunggu mereka.
Namun
 setelah beberapa saat kebiasaan para kurcaci berubah. Sekarang, Hem dan
 Haw bangun sedikit lebih siang, berpakaian sedikit lebih lama, clan 
kemudian baru berjalan ke Cheese Station C. Sekarang mereka sudah tahu di mana letak Cheese Station C dan jalan menuju ke sana.
Mereka tidak tahu dari mana datangnya Cheese itu dan siapa yang menempatkannya di sana. Mereka hanya berasumsi bahwa Cheese itu pasti ada di sana.
Setiap pagi, begitu Hem dan Haw sampai di Cheese Station C, mereka
 segera masuk dan berlaku seolah-olah di rumah sendiri. Mereka 
menggantung pakaian lari, melepas sepatu dan menggantikannya dengan 
sendal. Mereka merasa sangat nyaman saat ini karena telah menemukan Cheese. “Ini luar biasa,” kata Hem. “Tersedia cukup banyak Cheese untuk kita selamanya.” Kurcaci-kurcaci itu merasa bahagia dan sukses, serta berpikir bahwa sekarang mereka sudah aman.
Segera sesudah itu Hem dan Haw mengangap Cheese yang mereka temukan di Cheese Station C adalah milik mereka. Tempat itu seperti toko Cheese yang
 luas dan mereka pun segera memindahkan rumah mereka lebih dekat ke 
sana dan mulai membangun kehidupan sosial di sekitarnya.
Kadang, Hem dan Haw mengundang teman-teman mereka untuk mengagumi tumpukan Cheese di Cheese Station C. Sambil menunjuk ke tumpukan itu dengan bangga, mereka berkata, “Cheese yang cantik, bukan?” Terkadang mereka membagikannya kepada rekan mereka, tapi kadang juga tidak. “Kami berhak mendapatkan Cheese ini,” kata Hem lagi. “Kami harus bekerja keras dan lama untuk menemukannya.”
Setiap malam para kurcaci berjalan perlahan menuju tempat tinggal mereka dengan membawa tumpukan penuh Cheese, dan paginya dengan yakin mereka akan kembali lagi untuk mengambil lebih banyak lagi.
Hal
 ini berjalan sampai beberapa saat. Dalam waktu singkat keyakinan Hem 
dan Haw pun berubah menjadi kesombongan akan keberhasilan mereka. 
Segera mereka terjebak dalam kenyamanan sehingga tidak menyadari apa 
yang sedang terjadi. 
Sementara
 waktu berlalu, Sniff dan Scurry tetap melakukan kegiatan rutin mereka. 
Mereka tiba pagi-pagi sekali, mengendus, mencakar, dan melacak daerah 
sekitar Cheese Station C, mereka melihat apakah ada perubahan yang terjadi dibandingkan kemarin. Baru kemudian mereka duduk dan memakan cheese.
Suatu pagi mereka tiba di Cheese Station C dan melihat tidak ada lagi cheese di sana.
Mereka tidak heran sama sekali. Karena Sniff dan Scurry sudah memperhatikan bahwa simpanan cheese tersebut
 semakin hari semakin menipis belakangan ini. Mereka sudah siap dengan 
keadaan ini, dan secara insting tahu apa yang harus mereka lakukan.
Mereka
 saling melihat, melepaskan sepatu lari yang mereka ikat dan 
digantungkan di leher, kemudian mengenakannya, lalu mengencangkan tali 
pengikatnya.
Tikus tidak melakukan analisis yang berlebihan.
Bagi tikus, masalah dan pemecahannya sama sederhananya. Situasi di Cheese Station C sudah
 berubah. Maka Sniff dan Scurry memutuskan untuk berubah juga. Mereka 
berdua mencarinya kembali di dalam labirin. Sniff pun mulai mengangkat 
hidungnya, mengendus, dan menganggukkan kepalanya ke arah Scurry, yang 
dengan cepat segera berlari masuk ke dalam labirin sementara Sniff 
mengikutinya dari belakang secepat ia bisa.
Dengan cepat mereka berangkat untuk menemukan cheese baru.
Di waktu siangnya, masih pada hari yang sama, Hem dan Haw tiba di Cheese Station C. Mereka tidak memperhatikan perubahan-perubahan kecil yang terjadi setiap hari, sehingga mereka merasa yakin bahwa Cheese mereka pasti ada di sana.
Mereka tidak siap menghadapi kenyataan di depan mereka.
“Apa?! Tidak ada Cheese?!” teriak Hem. Kemudian ia terus berteriak-teriak, “Tidak ada Cheese?! Tidak ada Cheese?!” Seolah-olah jika ia berteriak sekeras mungkin seseorang bakal mengembalikan Cheese-nya.
“Who Moved My Cheese?!” teriaknya. Akhirnya, sambil berkacak pinggang, wajahnya berubah merah padam, ia pun meraung keras sekali, “Ini tidak adil!”
Haw hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Ia pun juga merasa yakin pasti menemukan Cheese di Cheese Station C. Ia berdiri di sana lama sekali, terpaku karena terguncang. Ia sama sekali tidak siap menghadapi hal ini.
Hem
 meneriakkan sesuatu, namun Haw tidak ingin mendengarkannya. Ia tidak 
mau menghadapi apa yang sedang terjadi, ia pun berusaha 
menyingkirkannya.
Tindakan para kurcaci sangat tidak menarik dan tidak produktif, namun bisa dipahami. Menemukan Cheese bukan
 pekerjaan mudah dan bagi para kurcaci lebih besar lagi artinya 
dibandingkan dengan hasil yang hanya bisa dimakan setiap hari.
Menemukan Cheese adalah cara memenuhi pemikiran mereka bahwa mereka berhak untuk bahagia. Bagi para kurcaci Cheese mempunyai arti lebih, tergantung dari rasanya. Bagi sebagian dari mereka, menemukan Cheese berarti
 menemukan hal-hal yang bersifat material, bagi yang lainnya bisa berupa
 hidup sehat atau mencapai kepuasan spiritual. Bagi Haw, menemukan Cheese berarti
 menemukan rasa aman, mempunyai keluarga yang Baling mencintai suatu 
hari nanti, dan tinggal di rumah yang nyaman di Cheddar Lane. Sedangkan 
bagi Hem, Cheese akan menjadi Cheese Besar (alat 
pengaruh) yang digunakannya untuk mempengaruhi orang lain dan untuk 
memiliki rumah besar di daerah elit, Camembert Hill.
Karena Cheese sangat
 berarti bagi mereka, kedua kurcaci tersebut memerlukan waktu yang lebih
 lama untuk memutuskan apa yang harus mereka lakukan. Hal yang bisa 
mereka pikirkan hanyalah tetap mencari-cari di sekitar Cheese Station C untuk memastikan bahwa Cheese tersebut memang benar-benar sudah lenyap.
Para
 kurcaci masih belum percaya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Tak ada satu
 orang pun yang memberi peringatan kepada mereka. Ini tidak benar. Hal ini tidak biasanya terjadi.
Malam itu Hem dan Haw pulang ke rumah dalam keadaan lapar dan gundah. Namun sebelum mereka pergi, Haw menulis di dinding: 
SEMAKIN PENTING ARTI CHEESE, SEMAKIN INGIN ANDA MEMPERTAHANKANNYA 
Keesokan harinya Hem dan Haw meninggalkan rumah mereka dan kembali ke Cheese Station C lagi, dengan harapan, siapa tahu dapat kembali menemukan Cheese mereka. Ternyata situasinya tidak berubah, Cheese itu
 sudah tidak ada lagi di sana. Para kurcaci tidak tahu harus berbuat 
apa. Hem dan Haw hanya berdiri saja di sana, seperti dua buah patung.
Hem
 menganalisa situasi tersebut berkali-kali sampai akhirnya otaknya yang
 canggih dan sistem kepercayaannya yang besar mengambil alih. “Mengapa 
mereka memperlakukan aku seperti ini?” tuntutnya. “Apa yang sebenarnya 
terjadi di sini?”
Akhirnya
 Haw membuka matanya, melihat sekeliling ruangan dan berkata, “Eh, ke 
mana Sniff dan Scurry? Apakah mereka tahu sesuatu yang tidak kita 
ketahui?”
“Apa yang mereka ketahui?” kata Hem sinis.
Lanjut
 Hem, “Mereka cuma tikus biasa. Mereka hanya merespon apa yang terjadi. 
Kita adalah kurcaci. Kita lebih pintar dari tikus-tikus itu. Kita harus mampu menemukan jawaban terhadap apa yang telah terjadi.”
“Aku
 tahu, kita lebih pintar,” kata Haw, “namun tampaknya kita tidak 
bertindak lebih pintar saat ini. Situasi di sini telah berubah, Hem. 
Mungkin kita perlu berubah dan melakukan hal yang berbeda.”
“Mengapa kita harus berubah?” tanya
 Hem. “Kita kurcaci. Kita beda. Hal semacam ini tidak selayaknya menimpa
 kita. Atau jika terjadi, setidaknya kita mendapatkan keuntungan 
darinya.”
“Mengapa kita harus mendapatkan keuntungan?” tanya Haw.
“Karena kita berhak,” kata Hem mantap. “Berhak atas apa?” kata Haw ingin tahu. 
“Kita berhak atas Cheese kita.”
“Mengapa?” tanya Haw lagi.
“Karena, bukan kita yang menyebabkan bencana ini,” kata Hem. “Ini disebabkan oleh orang lain, maka kita harus mencari tahu.”
Haw mengusulkan, “Mungkin sebaiknya kita berhenti menganalisa situasi ini dan mulai pergi mencari Cheese Baru.”
“Oh, tidak,” debat Hem. “Aku akan mencari akar permasalahannya.”
Sementara
 Hem dan Haw masih mencoba memutuskan apa yang akan mereka lakukan, 
Sniff dan Scurry telah menemukan jalan mereka. Mereka masuk jauh ke 
dalam labirin, keluar masuk lorong dan koridor yang ada, mencari cheese di setiap Cheese Station yang mereka temukan.
Mereka tidak memikirkan hal-hal lain selain mencari Cheese Baru.
Memang, mereka tidak langsung menemukan cheese selama beberapa waktu, sampai akhirnya tiba di suatu bagian labirin yang belum pernah mereka datangi sebelumnya: Cheese Station N. 
Mereka memekik kegirangan. Mereka menemukan apa yang mereka cari-cari: persediaan Cheese baru yang sangat banyak. Mereka tidak bisa mempercayai penglihatan mereka. Tempat itu adalah toko cheese terbesar yang pernah dilihat oleh para tikus.
Sementara itu, Hem dan Haw masih kembali ke Cheese Station C untuk mengevaluasi keadaan mereka. Mereka sekarang mulai menderita karena kelangkaan Cheese. Mereka menjadi putus asa dan saling menyalahkan satu sama lain sebagai penyebab penderitaan mereka.
Sering kali Haw memikirkan rekan tikus mereka, Sniff dan Scurry, serta bertanya-tanya apakah mereka sudah menemukan cheese atau
 belum. Ia yakin sekali mereka juga mengalami masa-masa sulit karena 
berlarian di dalam labirin yang tidak sedikit pun menjanjikan kepastian.
 Namun, ia juga tahu bahwa keadaan semacam itu hanya akan berlangsung 
sementara.
Terkadang, Haw membayangkan Sniff dan Scurry telah menemukan Cheese baru dan sedang menikmatinya. Ia membayangkan mungkin sebaiknya ia juga berlarian berpetualang lagi di labirin, dan menemukan Cheese baru yang masih segar. Ia bahkan hampir bisa merasakannya.
Semakin jelas Haw melihat gambaran dirinya menemukan dan menikmati Cheese baru, semakin kuat pula dorongan dari dalam dirinya untuk meninggalkan Cheese Station C.
“Ayo kita pergi!” teriaknya tiba-tiba.
“Tidak,” balas Hem dengan cepat. “Aku senang di sini. Nyaman. Kita sudah kenal. Di samping itu di luar sana sangat berbahaya.”
“Sama sekali tidak,” bantah Haw. “Kita sudah menjelajahi banyak tempat sebelumnya, kita bisa melakukannya lagi.”
“Aku sudah terlalu tua untuk itu,” kata Hem. “Dan aku takut, aku tidak ingin tersesat dan mengolok-olok diri sendiri. Kamu juga kan?”
Mendengar itu, ketakutan Haw akan kegagalan pun muncul kembali dan harapannya untuk menemukan Cheese baru pun surut.
Jadi, setiap hari mereka tetap melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan selama ini. Mereka pergi ke Cheese Station C, tidak menemukan Cheese, lalu pulang ke rumah, dalam keadaan khawatir dan putus asa.
Rumah
 mereka bukan lagi tempat peristirahatan bagi mereka seperti sebelumnya.
 Mereka sulit tidur dan sering mimpi buruk tentang tidak menemukan Cheese sama sekali. Namun, Hem dan Haw tetap saja kembali ke Cheese Station C dan menunggu di sana setiap hari.
Hem berkata, “Tahu tidak, jika saja kita bekerja lebih keras lagi kita akan menemukan bahwa tidak ada perubahan besar. Cheese itu mungkin saja ada di dekat kita. Mungkin mereka menyembunyikannya di balik dinding.”
Keesokan
 harinya, Hem dan Haw kembali dengan membawa peralatan. Hem membawa 
pahat, sementara Haw memukul-mukulkan palu sampai mereka membuat lubang
 di dinding Cheese Station C. Mereka mengintip ke dalamnya, namun tetap tidak menemukan Cheese.
Mereka
 kecewa namun masih yakin bahwa mereka yakin bisa memecahkan masalah 
itu. Maka mereka mulai bekerja lebih pagi, tinggal lebih lama, dan 
bekerja lebih keras. Namun, setelah beberapa lama mereka bekerja, yang
 mereka dapatkan hanyalah lubang besar di dinding.
Haw mulai menyadari adanya perbedaan besar antara aktivitas dan produktivitas.
“Mungkin,” kata Hem, “kita sebaiknya duduk dulu dan melihat apa yang akan terjadi. Cepat atau lambat mereka pasti akan menaruh Cheese itu lagi di sinil”
Haw
 sangat ingin mempercayainya. Maka setiap hari ia pulang ke rumah hanya 
untuk beristirahat dan kembali dengan enggan bersama Hem ke Cheese Station C. Namun Cheese tidak pernah muncul lagi.
Saat
 itu mereka menjadi semakin lemah karena lapar dan tertekan. Haw mulai 
bosan menunggu dan berharap akan adanya perubahan situasi. Ia mulai 
menyadari semakin lama mereka berada dalam keadaan tanpa Cheese, keadaan mereka akan bertambah parah. Haw tahu mereka sudah sampai pada batas kekuatan dan kesabaran mereka.
Akhirnya,
 pada suatu hari Haw menertawakan dirinya sendiri. “Haw (ha), Haw (ha),
 lihatlah keadaan kita. Kita tetap melakukan hal yang sama terus menerus
 dan bertanya-tanya mengapa keadaan tidak bertambah baik. Jika ini tidak
 bisa dibilang konyol, pasti ada istilah yang lebih lucu lagi.”
Sebenarnya
 Haw tidak menyukai ide untuk berlarian lagi di labirin, karena ia tahu 
akan tersesat dan tidak tahu dimana ia akan menemukan Cheese. Namun ia harus menertawakan kebodohannya, dan bagaimana rasa takutnya telah mempermainkan dirinya.
Ia
 bertanya kepada Hem, “Di manakah kita meletakkan sepatu lari kita?” 
Butuh waktu lama untuk menemukannya, karena mereka telah memindahkan 
barang-barang saat menemukan Cheese mereka di Cheese Station C, dan menurut mereka saat itu, sepatu itu tidak akan diperlukan lagi.
Ketika
 Hem melihat rekannya mulai mengenakan peralatan larinya, ia berkata, 
“Kamu tidak serius akan berlarian di dalam labirin lagi kan? Mengapa tidak menunggu saja di sini bersamaku sampai mereka menaruh Cheese lagi di sini?”
“Karena,
 kamu tidak memahaminya,” kata Haw. “Aku sebenarnya juga tidak ingin 
kembali ke sana, Namun sekarang aku sadar mereka tidak akan pernah 
mengembalikan Cheese yang lalu ke sini. Inilah saatnya menemukan Cheese baru.”
Hem membantah, “Tapi bagaimana jika di luar sana juga tidak ada Cheese? Atau kalaupun ada, tapi kamu tidak bisa menemukannya?”
“Aku
 tidak tahu,” jawab Haw. Ia sudah menanyakan pertanyaan yang sama 
kepada dirinya sendiri berkali-kali dan merasakan ketakutannya muncul 
kembali. Ketakutan yang membuat ia berada di tempat yang sama sampai 
saat ini.
Ia bertanya kepada dirinya sendiri, “Di manakah kesempatan yang lebih besar untuk menemukan Cheese, di sini atau di dalam Labirin?”
Ia membayangkan sate gambar dalam angannya. Ia melihat dirinya sendiri keluar dari Labirin dengan senyum di wajahnya.
Meskipun
 gambaran itu mengejutkannya, namun hal itu membuatnya merasa lebih 
baik. Ia melihat dirinya tersesat berkali-kali di dalam Labirin, namun 
cukup percaya diri bahwa akhirnya ia menemukan Cheese baru di luar sana bersamaan dengan hal-hal baik yang menyertainya. Ia mulai mengumpulkan keberaniannya.
Kemudian
 ia mulai menggunakan imajinasinya untuk menggambarkan gambaran yang 
paling ia yakini—dengan detail yang realistis—bahwa ia akan menemukan 
dan menikmati rasa Cheese baru.
Ia melihat dirinya sedang makan Cheese Swiss yang berlubang-lubang, dan Cheese Amerika yang berwarna orange terang, Cheese mozzarella dari Italia, dan lembutnya Cheese Perancis Camembert, serta… kemudian ia mendengar Hem mengatakan sesuatu, dan menyadari bahwa mereka masih di dalam Cheese Station C.
Haw
 berkata, “Hem, kadangkala, sesuatu itu berubah dan mereka tidak akan 
pernah sama lagi. Itulah hidup! Kehidupan terus berjalan dan kita pun 
harus demikian.”
Haw
 melihat pada rekannya yang diam saja dan mencoba menjelaskan 
pemikirannya kepadanya, akan tetapi ketakutan Hem sudah berubah menjadi 
kemarahan dan ia tidak lagi mau mendengarkan. Haw tidak bermaksud 
menyinggung temannya, akan tetapi ia harus menertawakan betapa bodohnya 
mereka berdua.
Saat
 Haw bersiap-siap untuk berangkat, ia mulai marasa lebih bergairah. Haw 
tertawa dan mengumumkan, “Inilah waktunya ber-LABIRIN!” 
(Lalu apakah gerangan yang akan terjadi? Bersambung… in sya-ā’Llāh.)
*Sumber gambar dari hasil pencarian Google.

Izin copas ya, Pak … (plus bagian 2)
ReplyDeleteJazakaLLOHu khoyr.