Saya (dan begitu
juga kawan muslim lainnya) mendapati apa yang disebutkan oleh akun Pak
Jonathan Sihombing ini (SS terlampir di bawah) cukup mewakili sikap dari banyak
kalangan non muslim, dan saya sependapat dengan hal tersebut. Yaitu,
bahwa toleransi itu bentuknya dengan tidak mengganggu pemeluk agama lain yang
sedang menjalankan ritual ibadah dan kekhasan agama mereka, tanpa perlu
terlibat di dalamnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Quran: "Bagimu agamamu, bagiku agamaku."
Saya juga menjumpai banyak rekan non muslim yang tetap menghargai
muslim yang tidak mengucapkan Selamat Natal. Sikap semacam ini tentunya
patut diapresiasi.
Saya (dan banyak kawan muslim) pun bersikap demikian, tidak mempermasalahkan rekan non muslim yang tidak mengucapkan Selamat Lebaran, misalnya.
Kadang saya mendapati sebagian rekan non muslim yang bahkan sangat fasih mengucapkan "minal 'aidin wal faizin" ketika menyampaikan Selamat Lebaran. Tentu saya merespon hal tersebut dengan ucapan terima kasih. Namun, sekali lagi, tanpa hal semacam itu pun bagi saya tidak masalah sama sekali.
Mungkin yang justru agak membingungkan bagi sebagian non muslim adalah, kenapa kaum muslim memiliki sikap dan pandangan yang tidak seragam terkait ucapan Selamat Natal itu. Kenapa tidak sebagaimana minuman keras, misalnya, yang penyikapannya seragam.
Saya pernah ditanya oleh sebagian rekan non muslim: Mengapa sebagian muslim menyampaikan ucapan Selamat Natal dan sebagian lagi tidak melakukannya? Saya pun mencoba menyederhanakan jawaban untuk menanggapinya, bahwa memang ada sebagian intelektual muslim yang berpandangan hal tersebut tidak masalah, namun menurut pendapat mayoritas ulama, terlebih ulama klasik, hal itu tidak dibenarkan. Rekan saya yang non muslim itu pun lalu manggut-manggut, sebagai tanda paham.
Demikian, semoga ada manfaatnya. Allahu a'lam.
*SS dari status FB Mas Piyoto (dan kemudian saya tambahkan pula SS cuitan dari Komika Ernest Prakasa).
21/12/2019
adni abu faris
Saya (dan banyak kawan muslim) pun bersikap demikian, tidak mempermasalahkan rekan non muslim yang tidak mengucapkan Selamat Lebaran, misalnya.
Kadang saya mendapati sebagian rekan non muslim yang bahkan sangat fasih mengucapkan "minal 'aidin wal faizin" ketika menyampaikan Selamat Lebaran. Tentu saya merespon hal tersebut dengan ucapan terima kasih. Namun, sekali lagi, tanpa hal semacam itu pun bagi saya tidak masalah sama sekali.
Mungkin yang justru agak membingungkan bagi sebagian non muslim adalah, kenapa kaum muslim memiliki sikap dan pandangan yang tidak seragam terkait ucapan Selamat Natal itu. Kenapa tidak sebagaimana minuman keras, misalnya, yang penyikapannya seragam.
Saya pernah ditanya oleh sebagian rekan non muslim: Mengapa sebagian muslim menyampaikan ucapan Selamat Natal dan sebagian lagi tidak melakukannya? Saya pun mencoba menyederhanakan jawaban untuk menanggapinya, bahwa memang ada sebagian intelektual muslim yang berpandangan hal tersebut tidak masalah, namun menurut pendapat mayoritas ulama, terlebih ulama klasik, hal itu tidak dibenarkan. Rekan saya yang non muslim itu pun lalu manggut-manggut, sebagai tanda paham.
Demikian, semoga ada manfaatnya. Allahu a'lam.
*SS dari status FB Mas Piyoto (dan kemudian saya tambahkan pula SS cuitan dari Komika Ernest Prakasa).
21/12/2019
adni abu faris
Post a Comment