Pasca Syaikh Dr. Sulthan al-'Umairi memublikasikan karya ilmiahnya, Isykaliyyah al-'Udzr bil-Jahl (Problematika Uzur Kejahilan), sejumlah kritik pun berdatangan menghampiri beliau dan karyanya tersebut. Hal semacam itu tentunya bukan fenomena yang asing dalam suatu isu ilmiah yang polemis.
Di antara kritik yang cukup populer peredarannya adalah yang bersumber dari paparan Syaikh 'Adil al-Basya, sebagaimana dapat dibaca pada official blog beliau:
https://basha.one/node/90
Di sini saya tidak sedang menyusun studi komparatif untuk mengulas secara detail kedua tulisan ilmiah tersebut. Saya hanya ingin menampilkan bagian yang menurut saya menarik dari pemaparan Syaikh 'Adil al-Basya, sebelum beliau masuk ke pembahasan inti.
Di antara kritik yang cukup populer peredarannya adalah yang bersumber dari paparan Syaikh 'Adil al-Basya, sebagaimana dapat dibaca pada official blog beliau:
https://basha.one/node/90
Di sini saya tidak sedang menyusun studi komparatif untuk mengulas secara detail kedua tulisan ilmiah tersebut. Saya hanya ingin menampilkan bagian yang menurut saya menarik dari pemaparan Syaikh 'Adil al-Basya, sebelum beliau masuk ke pembahasan inti.
Syaikh 'Adil al-Basya menyatakan:
وبادئ ذي بدء ..فليس الخلاف مع الدكتور العميري في خصوص مسألة العذر بالجهل، فإني قد نقلت في غير موضع كلام أهل العلم - من يعذرون ومن لا يعذرون- أنها مسألة خلافية اجتهادية لا يشدد فيها النكير على المخالف، وبينت حدود ذلك في موضعه، والأمر فيها بين الخطأ والصواب، لا البدعة والسنة، أو الكفر والإيمان كما يذهب إليه كثير من الغلاة ومن سلك طريقهم.
...
فقد قال بالعذر بعض مشايخنا، وما أنكر عليهم، ولا اتُهم أحدهم بالغلو أو الإرجاء، فمسألة العذر بالجهل تحتمل الخلاف بحسب ما يورد كل طرف من أدلة، فليست إجماعية من أي طرف، بل كل طرف لديه جملة من أهل العلم يقولون بقوله، لا سيما المعاصرين، ولكن البعض يتخذ من المسألة سبيلاً يقرر من خلاله أصولًا مخالفة لمنهج السنة، فطرف إلى غلو، وطرف إلى تفريط
"Pertama-tama, polemik saya dengan Dr. (Sulthan) al-'Umairi bukanlah spesifik tentang isu "Uzur Kejahilan". Saya sendiri, pada lebih dari satu kesempatan, telah menukil ucapan para ahli ilmu, baik yang menguzur maupun tidak. Itu adalah MASALAH KHILAFIAH IJTIHADIAH. Pihak yang berseberangan tidak (seharusnya) diingkari secara keras. Saya telah menjelaskan batasan-batasannya pada kesempatan lain tersebut.
Pekara dimaksud berkisar antara KELIRU ATAU BENAR, BUKAN BIDAH ATAU SUNNAH, BUKAN PULA KEKUFURAN ATAU IMAN, sebagaimana pandangan dari banyak kalangan yang eksesif dan/atau yang sejalan dengan mereka."
Selanjutnya beliau juga menegaskan:
"Sungguh, sebagian guru kami telah memilih pendapat yang menetapkan adanya "Uzur Kejahilan". Tidaklah padangan mereka itu diingkari. TIDAK pula sebagian mereka dituduh dengan paham EKSESIVISME (ghuluw) maupun IRJA`.
Isu "Uzur Kejahilan" memuat perbedaan pandangan sesuai dalil-dalil yang disajikan oleh masing-masing pihak. Itu BUKAN PERKARA IJMAK untuk pendapat kalangan tertentu. Bahkan, pada masing-masing kalangan terdapat ahli ilmu yang pendapatnya sejalan dengan mereka. Terlebih lagi untuk kalangan ulama kontemporer.
Namun demikian, terdapat sebagian orang yang dalam membahas masalah ini malah menetapkan pokok-pokok pemahaman yang menyelisihi metode Ahli Sunnah. Sebagian cenderung eksesif (ghuluw) dan sebagian lainnya inatensi (tafrith, inattentiveness)."
Sekian pengutipan dari beliau terhadap poin yang ingin disampaikan.
Kemudian ada baiknya jika saya juga menambahkan informasi bahwa pada blog beliau tersebut, beliau juga membuat artikel lain berisi pengingkaran terhadap pandangan ekstrem yang mengafirkan kalangan yang menetapkan "Uzur Kejahilan", dengan judul: Bid'ah Takfir al-'Adzir bil-Jahl wa Bayan Buthlaniha (Bidah Pengafiran terhadap Kalangan yang Menetapkan "Uzur Kejahilan" dan Penjelasan tentang Kebatilannya, lihat pula SS di bawah):
https://basha.one/node/129
Pandangan ekstrem pengafiran dimaksud tampaknya mulai dihidupkan kembali oleh sejumlah kalangan. Meski sebagian mereka masih "malu-malu" dan menggunakan diksi bersayap: "Jahmi" (sebagai implisit eufemisme pengganti kata: "kafir". Perlu diingat, dahulu Salaf menyatakan sekte Jahmiyyah telah keluar dari ranah kaum muslim).
Alasan mereka untuk itu adalah aspek maslahat. Maksudnya tentu saja kemaslahatan mereka. Sebabnya, mereka belum pada posisi yang cukup kuat, di samping bahwa umumnya kaum muslim pun resisten dengan pengafiran semacam itu. Adapun jika mereka dalam kondisi kuat, maka saat itulah pengafiran secara eksplisit diaplikasikan. Demikianlah kira-kira hasil diskusi yang saya tangkap ketika dahulu sempat berdialog dengan sebagian kalangan ekstrem yang eksesif tersebut.
Demikian, semoga bermanfaat. Allahu a'lam.
05/06/2020
Adni Abu Faris
Pekara dimaksud berkisar antara KELIRU ATAU BENAR, BUKAN BIDAH ATAU SUNNAH, BUKAN PULA KEKUFURAN ATAU IMAN, sebagaimana pandangan dari banyak kalangan yang eksesif dan/atau yang sejalan dengan mereka."
Selanjutnya beliau juga menegaskan:
"Sungguh, sebagian guru kami telah memilih pendapat yang menetapkan adanya "Uzur Kejahilan". Tidaklah padangan mereka itu diingkari. TIDAK pula sebagian mereka dituduh dengan paham EKSESIVISME (ghuluw) maupun IRJA`.
Isu "Uzur Kejahilan" memuat perbedaan pandangan sesuai dalil-dalil yang disajikan oleh masing-masing pihak. Itu BUKAN PERKARA IJMAK untuk pendapat kalangan tertentu. Bahkan, pada masing-masing kalangan terdapat ahli ilmu yang pendapatnya sejalan dengan mereka. Terlebih lagi untuk kalangan ulama kontemporer.
Namun demikian, terdapat sebagian orang yang dalam membahas masalah ini malah menetapkan pokok-pokok pemahaman yang menyelisihi metode Ahli Sunnah. Sebagian cenderung eksesif (ghuluw) dan sebagian lainnya inatensi (tafrith, inattentiveness)."
Sekian pengutipan dari beliau terhadap poin yang ingin disampaikan.
Kemudian ada baiknya jika saya juga menambahkan informasi bahwa pada blog beliau tersebut, beliau juga membuat artikel lain berisi pengingkaran terhadap pandangan ekstrem yang mengafirkan kalangan yang menetapkan "Uzur Kejahilan", dengan judul: Bid'ah Takfir al-'Adzir bil-Jahl wa Bayan Buthlaniha (Bidah Pengafiran terhadap Kalangan yang Menetapkan "Uzur Kejahilan" dan Penjelasan tentang Kebatilannya, lihat pula SS di bawah):
https://basha.one/node/129
Pandangan ekstrem pengafiran dimaksud tampaknya mulai dihidupkan kembali oleh sejumlah kalangan. Meski sebagian mereka masih "malu-malu" dan menggunakan diksi bersayap: "Jahmi" (sebagai implisit eufemisme pengganti kata: "kafir". Perlu diingat, dahulu Salaf menyatakan sekte Jahmiyyah telah keluar dari ranah kaum muslim).
Alasan mereka untuk itu adalah aspek maslahat. Maksudnya tentu saja kemaslahatan mereka. Sebabnya, mereka belum pada posisi yang cukup kuat, di samping bahwa umumnya kaum muslim pun resisten dengan pengafiran semacam itu. Adapun jika mereka dalam kondisi kuat, maka saat itulah pengafiran secara eksplisit diaplikasikan. Demikianlah kira-kira hasil diskusi yang saya tangkap ketika dahulu sempat berdialog dengan sebagian kalangan ekstrem yang eksesif tersebut.
Demikian, semoga bermanfaat. Allahu a'lam.
05/06/2020
Adni Abu Faris
Post a Comment