Kutipan dari status FB Ust. Fairuz Ahmad di bawah ini menurut saya bagus. Terutama karena tulisan tersebut mewakili harapan dari perspektif dari pria. Termasuk saya, tentunya. Tulisan itu dipublikasikan pada tanggal 2 Juni 2014, atau lebih dari 6 tahun lalu.  

Namun di sini saya ingin memberikan sedikit komentar terkait tulisan tersebut, agar lebih proporsional dan adil. Beberapa waktu lalu saya juga membaca tulisan yang esensinya mirip, tetapi penulisnya adalah seorang wanita. Karena itu, konten dan alur penokohannya pun menjadi terbalik, yaitu tentang bagaimana seharusnya suami bersikap sebaik-baiknya terhadap istrinya yang marah, atau ngambek tanpa sebab yang dipahami suami. (Sounds familiar?)  
:D

Well, saya kira itulah sejatinya inti masalahnya: kita ingin dimengerti dan disikapi dengan sebaik-baiknya, tapi enggan berbuat yang sama: berusaha mengerti dan menyikapi dengan sebaik-baiknya, kepada orang lain, terutama kepada pasangan. Yang dimaksud dengan “kita” di sini tentu saja termasuk saya di dalamnya.

Kita sering menggunakan dalil secara tidak lengkap untuk menjustifikasi bagian yang menguntungkan kita saja. Kita tahu Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda bahwa sekiranya seorang boleh sujud kepada orang lain, maka istri akan diperintahkan untuk bersujud kepada suaminya, karena saking besarnya hak suami. Namun di sisi lain, beliau juga menegaskan bahwa sebaik-baik pria adalah yang terbaik sikapnya kepada istri serta keluarga. Beliau pun mencontohkannya melalui sikapnya yang luar biasa baiknya terhadap istri-istrinya. Walk the talk. Lengkap dari dua sisi, suami dan istri sama-sama diarahkan untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing dengan sebaik-baiknya.

Sedangkan yang umumnya terjadi di kalangan kita adalah, suami masih kurang baik dalam bersikap dan memenuhi kewajiban kepada istri, tapi ia menuntut kepatuhan yang sempurna dari istri. Begitu pula istri masih kurang dalam hal ketaatan, kepatuhan dan pelayanannya kepada suami, tapi menuntut sikap yang sempurna dari suami. Keduanya, suami dan istri, masih sama-sama belum kondisi ideal tapi menuntut pasangannya untuk menunaikan perannya secara ideal. Menuntut perbaikan orang lain, tapi lupa dengan kekurangan diri sendiri.

Itulah problem utama, yang mengeleminasi kebahagiaan kita. Sementara bahagia dan idealnya dalam rumah tangga itu adalah dengan qana’ah: meminimumkan tuntutan kepada orang lain, sembari memaksimalkan peran diri sendiri.

Selanjutnya, selamat membaca tulisan di bawah ini. Semoga menginspirasi.  

12/02/2021
Cak AdniKu

* * * * *

(NASEHAT SEORANG AYAH KEPADA PUTRINYA AGAR MENJADI ISTRI YANG SANGAT DICINTAI OLEH SUAMI)

Ust. Fairuz Ahmad menulis status yang panjang di akun FB-nya pada tanggal 2 Juni 2014. Di antaranya (sebagaimana yang kami salin dengan pengurangan dan minor editing) berikut ini:

… Ayah akan ceritakan kepadamu kisah seorang istri yang membuat suaminya tergila-gila kepadanya.

Pada suatu hari seorang wanita tua diwawancarai oleh seorang presenter dalam sebuah acara tentang rahasia kebahagiaannya yang tak pernah putus. Apakah hal itu karena ia pintar memasak? Atau karena ia cantik? Atau karena ia bisa melahirkan banyak anak, ataukah karena apa?

Wanita itu menjawab: Sesungguhnya rahasia kabahagiaan suami-istri itu ada di tangan sang istri. Tentunya setelah taufik dari Allah. Seorang istri mampu menjadikan rumahnya laksana "surga", juga mampu menjadikannya seperti "neraka".

Jangan Anda katakan karena harta! Sebab betapa banyak istri kaya raya namun ia rusak karenanya, lalu sang suami meninggalkannya.

Jangan pula Anda katakan karena anak-anak! Bukankah banyak istri yang mampu melahirkan banyak anak namun akhirnya sang suami kehilangan rasa cintanya, bahkan menceraikannya.

Betapa banyak pula istri yang pintar memasak. Di antara mereka bahkan ada yang mampu memasak hingga seharian, namun ia begitu sering mengeluhkan tentang perilaku buruk sang suami.

Sang peresenter pun takjub dan kembali bertanya: Kalau begitu, lalu apa rahasianya?

Wanita itu menjawab: Saat suamiku marah dan meledak-ledak, maka segera aku diam dengan rasa hormat padanya. Aku tundukkan kepalaku dengan penuh rasa maaf. Namun, janganlah Anda diam yang disertai pandangan mengejek, sebab seorang lelaki sangat cerdas untuk memahami itu.

Kenapa Anda tidak pergi ke kamar saja? Presenter itu bertanya.

Jangan lakukan itu. Sebab suami Anda akan menyangka bahwa Anda lari dan tak sudi mendengarkannya. Anda perlu diam dan menerima ucapannya hingga ia tenang.

Setelah ia tenang, aku katakan padanya: Apakah sudah selesai?

Setelah ia diam, barulah aku keluar. Sebab ia pasti lelah dan butuh istirahat setelah melepaskan amarahnya.

Aku keluar dan melanjutkan kembali pekerjaan rumahku.

Apa yang Anda lakukan? Apakah Anda menghindar darinya dan tidak berbicara dengannya selama sepekan atau lebih? Presenter melanjutkan pertanyaannya dengan rasa penasaran.

Wanita itu menasehati: Jangan lakukan itu. Itu kebiasaan buruk yang bisa menjadi bumerang buat Anda. Kalau Anda menghindar darinya selama sepekan, sementara ia ingin meminta maaf kepada Anda, maka itu bisa membuatnya kembali marah. Bahkan mungkin lebih parah dibandingkan sebelumnya.

Selang dua jam atau lebih, aku bawakan untuknya secangkir kopi atau segelas minuman lainnya. Lalu aku berkata kepadanya: Silakan diminum.

Aku tahu ia pasti membutuhkan hal yang demikian. Aku berkata kepadanya seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Setelah itu suamiku justru meminta maaf padaku dan ia pun berkata dengan suara yang lembut.

Anda percaya? Presenter itu menukas.

Wanita itu menjawab: Ya. Tentu saja. Sebab aku percaya dengan diriku dan aku bukan orang bodoh. Apakah Anda ingin aku mempercayainya saat ia marah namun tidak mempercayainya saat ia tenang?

Lalu bagaimana dengan harga diri Anda? Presenter itu memotong.

Wanita itu menjawab: Harga diriku ada pada rida suamiku dan pada tentramnya hubungan kami. Dan sejatinya di antara suami istri sudah tak ada lagi yang namanya harga diri. Harga diri yang mana? Sedangkan di hadapan suami, Anda telah melepaskan seluruh pakaian Anda!

(Selesai kutipan.) 


Foto dari Unsplash



Post a Comment

 
Top