Terdapat sebuah kutipan yang berbunyi: “The greatest trick the Devil ever pulled was convincing the world he didn’t exist.” Trik terdahsyat yang disajikan Iblis adalah meyakinkan dunia bahwa ia tidak eksis.
Lalu, apa korelasi kutipan itu dengan judul di atas? Sabar, mother yes don’t to milk (mbok yo ojo kesusu) …
Lalu, apa korelasi kutipan itu dengan judul di atas? Sabar, mother yes don’t to milk (mbok yo ojo kesusu) …
Kita pada umumnya telah mengetahui bahwa Dajal adalah persona spesifik yang akan muncul sebagai bagian dari tanda besar jelang Kiamat, sebagaimana dinubuatkan dalam nas-nas valid tentangnya. Namun demikian, secara etimologis, dajal memiliki makna yang lebih umum, yaitu sebagai sinonim dari pendusta dan penipu. Karena itu, para pengaku nabi palsu dan para pendusta yang memalsu hadis pun disebut dengan dajal. Ini merupakan pengetahuan yang populer di kalangan pembelajar.
Adapun dajalisme maka berarti memiliki sifat dajal (Arabic: dajjaliyyah, dajliyyah), yaitu kedustaan dan penipuan, terlebih jika berefek keresahan. Kalau menurut istilah populer kaum milenial: HOAX. Dajalisme sendiri bukanlah istilah baru. Diksi ini pernah disebutkan oleh al-‘Allamah Badr al-Din al-‘Ayni (w. 855 H) dalam al-‘Iqd al-Juman fi Tarikh Ahl al-Zaman, juga sebelum itu oleh al-Kindi (w. 256 H) sebagaimana dikutip oleh al-‘Allamah Ibn Khaldun (w. 808 H) dalam Tarikh-nya. Sementara di era kontemporer, istilah itu pun pernah digunakan misalnya oleh Syaikh ‘Abdurrahman al-Dawsari (w. 1399 H) dalam al-Ajwibah al-Mufidah li Muhimmat al-‘Aqidah, yang kemudian dikutip oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu (w. 1431 H) dalam Majmu’ah Rasail al-Tawjihat al-Islamiyyah li Ishlah al-Fard wa al-Mujtama’. (Lihat SS)
Belakangan ini terjadi dajalisme berupa ramalan hoax tentang akhir zaman oleh sebagian orang yang diustazkan. Ramalan itu menyinggung tentang dukhan (asap) sampai asteroid yang menghantam bumi pada pertengahan Ramadan 1441 H (8 Mei 2020). Alhamdulillah, ramalan itu terbukti hoax belaka. Hoax semacam ini tampaknya cukup layak disebut dajalisme. Sebab ia meresahkan cukup banyak masyarakat, sebagaimana halnya pengaku nabi palsu dan pemalsu hadis juga meresahkan umat. Ada orang yang bahkan sampai jual rumah, resign dari pekerjaan, mengeluarkan anak dari pesantren, menyiapkan stok kebutuhan berlebihan, stres karena khawatir, dan lain-lain, karena ramalan hoax tersebut. (Lihat SS)
Pada sekitar tahun 2000-an penulis juga sempat mengalami keresahan setelah membaca sejumlah buku (terjemahan) tulisan Amin Muhammad Jamaluddin, seperti Umur Umat Islam dan Huru Hara Akhir Zaman, yang di antaranya memuat ramalan terjadinya huru-hara tanda Kiamat dalam waktu dekat. Betapa seringnya peristiwa hari ini mirip dengan yang terjadi dahulu, sehingga wajar jika muncul ungkapan: History repeats itself.
Kembali ke judul di atas, lantas apa korelasinya dengan Dajal?
Dalam sebuah riwayat disebutkan: Dari al-Sha’b bin Jattsamah, Nabi (shallallahu ‘alayh wa sallam) bersabda,
Adapun dajalisme maka berarti memiliki sifat dajal (Arabic: dajjaliyyah, dajliyyah), yaitu kedustaan dan penipuan, terlebih jika berefek keresahan. Kalau menurut istilah populer kaum milenial: HOAX. Dajalisme sendiri bukanlah istilah baru. Diksi ini pernah disebutkan oleh al-‘Allamah Badr al-Din al-‘Ayni (w. 855 H) dalam al-‘Iqd al-Juman fi Tarikh Ahl al-Zaman, juga sebelum itu oleh al-Kindi (w. 256 H) sebagaimana dikutip oleh al-‘Allamah Ibn Khaldun (w. 808 H) dalam Tarikh-nya. Sementara di era kontemporer, istilah itu pun pernah digunakan misalnya oleh Syaikh ‘Abdurrahman al-Dawsari (w. 1399 H) dalam al-Ajwibah al-Mufidah li Muhimmat al-‘Aqidah, yang kemudian dikutip oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu (w. 1431 H) dalam Majmu’ah Rasail al-Tawjihat al-Islamiyyah li Ishlah al-Fard wa al-Mujtama’. (Lihat SS)
Belakangan ini terjadi dajalisme berupa ramalan hoax tentang akhir zaman oleh sebagian orang yang diustazkan. Ramalan itu menyinggung tentang dukhan (asap) sampai asteroid yang menghantam bumi pada pertengahan Ramadan 1441 H (8 Mei 2020). Alhamdulillah, ramalan itu terbukti hoax belaka. Hoax semacam ini tampaknya cukup layak disebut dajalisme. Sebab ia meresahkan cukup banyak masyarakat, sebagaimana halnya pengaku nabi palsu dan pemalsu hadis juga meresahkan umat. Ada orang yang bahkan sampai jual rumah, resign dari pekerjaan, mengeluarkan anak dari pesantren, menyiapkan stok kebutuhan berlebihan, stres karena khawatir, dan lain-lain, karena ramalan hoax tersebut. (Lihat SS)
Pada sekitar tahun 2000-an penulis juga sempat mengalami keresahan setelah membaca sejumlah buku (terjemahan) tulisan Amin Muhammad Jamaluddin, seperti Umur Umat Islam dan Huru Hara Akhir Zaman, yang di antaranya memuat ramalan terjadinya huru-hara tanda Kiamat dalam waktu dekat. Betapa seringnya peristiwa hari ini mirip dengan yang terjadi dahulu, sehingga wajar jika muncul ungkapan: History repeats itself.
Kembali ke judul di atas, lantas apa korelasinya dengan Dajal?
Dalam sebuah riwayat disebutkan: Dari al-Sha’b bin Jattsamah, Nabi (shallallahu ‘alayh wa sallam) bersabda,
عن راشد بن سعد: قال الصعب بن جثامة: إنى سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لا يخرج الدجال حتى يذهل الناس عن ذكره وحتى تترك الأئمة ذكره على المنابر
“Tidak akan keluar Dajal sampai manusia melalaikan penyebutannya dan sampai para imam (masjid) meninggalkan penyebutannya di atas mimbar-mimbar (masjid).” [Hadis ini tercantum dalam Zawaid Musnad al-Imam Ahmad, melalui periwayatan ‘Abdullah.]
Al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Tahdzib mengutip dari Ibn al-Sakan yang menyatakan bahwa hadis tersebut bagus sanadnya (shalih al-isnad). Namun Ibnu Hajar menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah para rawinya kredibel (tsiqah), namun terdapat isu keterputusan pada transmisinya, antara Rasyid bin Sa’d dan al-Sha’b bin Jattsamah.
Syaikh al-Albani mencantumkan riwayat di atas dalam bagian mukadimah dari bukunya, Qisshah al-Masih al-Dajjal, dengan tanpa menjelaskan kelemahannya. Kemudian beliau berkata, “Sungguh benarlah kabar riwayat ini terhadap para imam masjid. Mereka meninggalkan penyebutan Dajal di atas mimbar-mimbar sementara mereka adalah kalangan yang khusus (berpengetahuan), maka bagaimana lagi kiranya dengan kalangan awam?!” [Lihat: Muqaddimah Qisshah al-Masih al-Dajjal, hlm. 30-31.]
Pengabaian para dai berpotensi menyebabkan masyarakat lalai. Namun begitu pula sebaliknya. Jika semakin banyak dajalisme (baca: hoax dan kedustaan) terkait ramalan peristiwa jelang akhir zaman, sebagaimana dilakukan oleh oknum-oknum yang tak bertanggungjawab, maka hal tersebut justru berpotensi menyebabkan masyakarat tak lagi percaya serta mengabaikan segala informasi yang terkait peristiwa jelang akhir zaman tersebut, termasuk keluarnya Dajal. Padahal banyak hadis sahih yang menjelaskan hal tersebut.
Karena itu, penting untuk menjelaskan nubuat tentang fenomena jelang Kiamat kepada umat dengan cara yang benar dan amanah: berdasarkan nas-nas yang valid serta melalui penjabaran yang muktabar dari ulama, dan bukan dengan cara mengarang ramalan yang mengada-ada, yang justru kontraproduktif dengan tujuan nas-nas tersebut.
Lalai (tafrith) itu jelas tidak baik. Namun sikap eksesif (ghuluww) pun tidak baik, apalagi apabila ia pun pada akhirnya menyebabkan pengabaian pula.
Pada akhirnya, tampaklah benar untuk dikatakan: "Munculnya oknum pembuat ramalan hoax tentang tanda-tanda Kiamat adalah justru merupakan bagian dari tanda-tanda Kiamat itu sendiri." Yaitu, sebagaimana hadis-hadis tentang: penyerahan perkara kepada yang tidak kompeten, safih yang nekat bicara terkait urusan publik, dan lain-lain. Allahu a'lam.
11/05/2020
Adni Abu Faris
Lampiran SS:
al-'Iqd al-Juman |
Majmu'ah Rasail al-Tawjihat al-Islamiyyah |
Post a Comment