Ilmu itu diperoleh dan terakumulasi secara bertahap. Ketika kita pertama kali belajar salat, sebagai contoh, maka kita hanya tahu hal-hal yang mendasar dan global tentang salat tersebut. Lalu seiring berjalannya waktu dan pembelajaran, pengetahuan kita pun kemudian bertambah, menjadi semakin lebih dalam dan terperinci. Sehingga kita akhirnya tahu, misalnya, tentang bagian mana yang disepakati dan mana yang masih diperselisihkan ulama terkait tata cara salat tersebut.
Pada fase awal pembelajaran, apabila pengajarnya bagus, maka dia hanya memberikan hal-hal mendasar dan global saja. Tidak mungkin seluruh rincian akan disampaikan. Rincian tersebut nantinya akan diperoleh seiring berjalannya masa pembelajaran.
Dengan belajar “Manhaj”, ada manfaat krusial yang seharusnya bisa kita dapatkan, yaitu kita memiliki “framework” sebagai filter untuk menyaring informasi selanjutnya: mana yang perlu diambil, karena memiliki argumen yang valid serta sumber yang otoritatif, dan mana yang diabaikan saja. Termasuk pula mana perbedaan yang masih bisa ditolerir dan mana yang tidak, serta mana perkara yang esensial-substansial dan mana yang partikular.
Di awal belajar, filter kita mungkin bekerja secara kurang presisi dan sering “error”: ada informasi “hoax” yang masuk, atau sebaliknya, ada informasi valid yang justru terbuang. Namun, seiring berlalunya pembelajaran, filter tersebut nantinya bisa semakin canggih serta lebih presisi dalam memilah dan memilih data yang masuk, dan dengan tingkat “error” yang semakin minimum.
So, penting bagi kita untuk berusaha tetap belajar, dan juga yang tak kalah pentingnya, tetap berusaha menyadari kapasitas diri.
Allahu a’lam.
16/12/2020
AdniKu
*Gambar dari hasil pencarian Google
Post a Comment