Contoh kasusnya: Ada seseorang yang menjadi wakil para donatur, yang ia mengumpulkan donasi. Di sisi lain, ia juga merupakan seorang penjual makanan. Sedangkan donasi itu nantinya akan dibagikan kepada yang berhak menerimanya dalam bentuk makanan. Bolehkah ia menggunakan hasil pengumpulan donasi itu untuk membeli dagangannya sendiri?  

Ringkasnya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam masalah tersebut. Setidaknya ada 3 (tiga) pendapat.

Pendapat Pertama: Terlarang secara mutlak. Pendapat ini ada dalam mazhab Syafi’i, Maliki, Hanafi dan salah satu riwayat dalam mazhab Hanbali. Alasannya antara lain: (1) terdapat conflict of interest dari sang wakil, sehingga ia berpotensi memaksimalkan keuntungan untuk pribadinya dan merugikan pemberi kuasa, serta (2) pembeli dan penjual dianggap sebagai pihak yang sama (ittihad al-mujib wal-qabil).  

Pendapat Kedua: Boleh secara mutlak. Ini adalah mazhab Zhahiri dan al-Auza’i. Alasannya, posisi wakil dalam hal ini tidak ada bedanya dengan umumnya orang lain.

Pendapat Ketiga: Boleh, tapi dengan syarat APABILA DIIZINKAN oleh pemberi kuasa. Ini adalah salah satu riwayat dalam mazhab Hanbali. Saya pribadi cenderung kepada pendapat ini. Ia merupakan pendapat yang pertengahan. Dengan pendapat ini, conflict of interest dari sang wakil dapat dicegah. Adapun tentang alasan bahwa pembeli dan penjual
seolah-olah adalah pihak yang sama, maka realitanya tidak meniscayakan demikian. Pendapat ini juga lebih selaras dengan prinsip "hukum asal muamalah adalah boleh" dibandingkan dengan pendapat pertama yang melarang secara mutlak.

Ibn Qudamah al-Hanbali (w. 620 H) berkata dalam al-Mughni,

وإذا أذن للوكيل أن يشتري من نفسه جاز له ذلك


“Jika sang wakil diizinkan oleh pemberi kuasa maka ia boleh melakukan pembelian dari dirinya sendiri.”

Bahauddin al-Maqdisi al-Hanbali (w. 624 H) berkata dalam al-‘Uddah Syarh al-‘Umdah,

ولا الشراء من نفسه ولا البيع لها إلا بإذن موكله


“Seorang wakil tidak boleh menjual untuk dirinya dan/atau membeli dari dirinya, kecuali apabila diizinkan oleh pemberi kuasa.”

Untuk mencegah sang wakil mengambil keuntungan pribadi secara semena-mena, ketika pemberi kuasa memberi izin kepada sang wakil maka sebaiknya pemberi kuasa juga mempersyaratkan adanya batasan harga maksimal yang boleh dikenakan, atau bahwa harganya tidak boleh melebihi harga pasar yang berlaku, serta persyaratan lainnya yang terkait dengan aspek kualitas.

Selanjutnya muncul pertanyaan terkait teknis perizinan tersebut. Kalau dalam contoh donasi di atas, perizinan itu mungkin dilakukan dalam bentuk pengungkapan (disclosure) di awal, bahwa pembelanjaan makanan dari hasil donasi akan dilakukan ke pihak pengumpul donasi sebagai kalangan yang profesinya memang berjualan makanan, dengan harga dan kualitas makanan sebagaimana yang telah berlaku sebelumnya. Jika donatur tetap memberikan donasinya dengan adanya informasi tersebut, berarti ia dianggap mengizinkan hal tersebut.

 
Allahu a’lam. (Informasi tentang pendapat-pendapat ulama yang disebutkan di atas merupakan ringkasan dari berbagai sumber.)

11/01/2021
Cak AdniKu

══ •◇ ✿ ❀ ✿ ◇• ══

📞 WA Group: bit.ly/faidahringkas
📋 Telegram: t.me/faidahringkas
🌐 Blog: adniku.blogspot.com
📷 IG: instagram.com/adniku
🎙 Twitter: twitter.com/adniku
📱 FB: facebook.com/adni.ku 




Post a Comment

 
Top