Lebih dari 10 tahun lalu saya pernah menerima curhat dari seorang rekan kerja senior. Ia patah hati karena ditolak oleh wanita yang ia idamkan. Saya kemudian menyampaikan masukan yang sifatnya normatif: bahwa ada hikmah di balik berbagai peristiwa, juga apa yang kita sukai belum tentu merupakan pilihan terbaik, dan seterusnya. Termasuk pula saya sebutkan bahwa semua yang ada di hati itu berfluktuasi, termasuk iman, senang, sedih, marah, pun cinta.
Kejadian itu lalu menginspirasi saya untuk menuliskan puisi berikut:
(RELATIVITAS CINTA)
Sebagian kita menyangka
cinta itu konstan semata
adalah sama selamanya
padahal roman picisan belaka
Kita lalai menyadari
semua di hati berfluktuasi
datang, dan pergi
menurun, serta mendaki
baik iman, cinta, pun benci
Seiring derap laju masa
kawan bisa jadi musuh durjana
setelah musim bertukar warna
sayang dapat berubah murka
Cinta dan benci
dua sisi dari koin diri
penampakannya kadang silih berganti
relativitas yang tak terhindari
(2008, ditulis sambil menunggu antrian gado-gado pesanan, di sebuah warung kaki lima pinggir jalan; dan diperbaiki tanggal 6 Maret 2021)
Singkat cerita, selang beberapa waktu kemudian, kawan itu pun berhasil move on dan menikahi wanita lain. Saat ini beliau juga telah dikaruniai sejumlah anak.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering merasakan dan juga melihat bahwa semua yang ada di hati itu memang berfluktuasi: senang, sedih, marah, benci, dan seterusnya, bahkan termasuk: iman, takwa, serta cinta. Betapa sering kita mendapati pasangan yang awalnya mesra dan saling mencintai, namun berakhir dengan perpisahan dan bahkan permusuhan.
Dalam penggalan bait syairnya, 'Umar bin Abi Rabi'ah (w. 93 H) berkata,
"Tidaklah dinamakan qalbu (hati) melainkan karena ia ber-taqallub (berubah-ubah, berfluktuasi)." [Ref.: Kanz al-Durar wa Jami' al-Ghurar, vol. IV, hlm. 318.]
Kaidah bahwa semua yang ada di hati itu berfluktuasi juga banyak disebutkan dalam Quran dan Sunnah. Berikut akan disebutkan sebagian di antaranya.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Tidaklah sama kebaikan dan keburukan. Tolaklah (keburukan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” [QS Fusshilat/41: 34.]
Shafwan bin Umayyah berkata, “Demi Allah, dahulu Nabi (shallallahu ‘alaihi wa sallam) adalah orang yang paling aku benci. Namun, beliau senantiasa memberi pemberian-pemberian kepadaku, sampai akhirnya beliau menjadi orang yang paling aku cintai.” [HR Muslim no. 2313, dan lain-lain.]
Sebagaimana halnya kebaikan dapat mengubah benci dan permusuhan menjadi cinta dan kedekatan, maka begitu pula sebaliknya, keburukan dapat mengubah cinta menjadi benci. Intinya, berbeda dengan yang dikesankan oleh roman picisan, cinta itu bukanlah sesuatu yang konstan senantiasa, melainkan selalu berfluktuasi. Ia dapat tumbuh, berkembang, hilang, dan bahkan berbalik arah.
Karena itu, Nabi (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda,
أحبب حبيبك هونا ما عسى أن يكون بغيضك يوما ما وأبغض بغيضك هونا ما عسى أن يكون حبيبك يوما ما
“Cintailah kekasihmu sekadarnya, karena mungkin saja ia nanti jadi kebencianmu. Sebaliknya, bencilah musuhmu juga sekadarnya, karena mungkin saja ia nanti jadi kecintaanmu.” [HR al-Tirmidzi no. 1997 dan dinilai valid oleh al-Albani.]
Dalam sebuah aforisme Arab disebutkan:
الشَّيْء إِذا جَاوز حَده جانس ضِدّه
“Kalau sesuatu itu melampaui batasnya, niscaya ia akan menjadi kebalikannya.” [Ref.: Khizanatul-Adab, vol. VI, hlm. 159.]
Jadi intinya, kalaupun kita bisa bersama dengan seseorang yang kita cintai, maka pun tidak ada jaminan bahwa cinta itu pasti tetap ada sepanjang hidup. Cinta tersebut mungkin bertahan, bahkan bertambah, tapi mungkin juga sirna dan berbalik menjadi benci.
Kalau begitu, kenapa faktanya ada orang-orang yang mempertahankan rasa cinta terhadap seseorang yang tidak mampu ia gapai? Entahlah. Soal hati dan rasa itu memang rumit. Dan yang berkuasa untuk membolak-balikkan hati itu hanyalah Allah yang menciptakannya. Namun mungkin di antara penyebabnya adalah karena tabiat umumnya manusia itu menyukai hal-hal yang belum ia raih. Meskipun apabila setelah diraih, maka belum tentu rasa suka tersebut tetap bertahan. Selain itu, rasa suka atau cinta itu umumnya dibarengi dengan berbagai harapan. Meskipun kenyataan sebenarnya belum tentu sesuai dengan harapan tersebut.
Allahu a’lam.
06/03/21
AdniKu
Sumber: Pixabay |
Post a Comment