Ibn al-Qayyim menyebutkan bahwa guru beliau, Ibn 
Taimiyyah, berkata, “Sesungguhnya di dunia terdapat surga yang seperti 
(merupakan representasi) surga akhirat. Siapa yang memasuki surga 
dunia itu maka ia kelak akan memasuki surga akhirat, dan siapa 
yang tidak memasuki surga dunia tersebut niscaya ia tidak akan memasuki 
surga akhirat.” [Ad-Dā` wad Dawā`, hal. 186; dan Madārij as-Sālikīn vol. I, hal. 454] 
Yang
 dimaksud dengan surga dunia dalam ucapan di atas adalah ketentraman, 
kebahagiaan dan kesejukan hati tiada terkira dengan mengingat, mencintai
 dan merindui Allah. 
Dan
 demikianlah yang terjadi pada diri Ibn Taimiyyah. Dalam 
dada beliau terdapat surga yang membuat beliau tentram dan bahagia di 
mana pun berada. Ibn al-Qayyim menuturkan bahwa gurunya, Ibn Taimiyyah, 
pernah berkata kepadanya—dengan ucapan yang patut ditulis dengan tinta 
emas, 
مَا
 يَصْنَعُ أَعْدَائِيْ بِيْ؟ أَنَا جَنَّتِيْ وَبُسْتَانِيْ فِيْ صَدْرِيْ 
إِنْ رُحْتُ فَهِيَ مَعِيْ لاَ تُفَارِقُنِيْ، إِنَّ حَبْسِيْ خَلْوَةٌ 
وَقَتْلِيْ شَهَادَةٌ وَإِخْرَاجِيْ مِنْ بَلَدِيْ سِيَاحَةٌ
“Apa
 yang dapat dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Kebun surgaku berada 
dalam dadaku, yang jika aku pergi ia senantiasa bersamaku dan tidak 
berpisah dariku; penahananku adalah khalwah (menyepi untuk 
bermunajat kepada Allah Ta’āla); pembunuhan terhadapku adalah syahid; 
dan pengusiranku dari negeriku adalah wisata.” 
Lalu
Ibn al-Qayyim mengisahkan lebih lanjut tentang kondisi kehidupan 
gurunya tersebut, “Allah mengetahui bahwa saya sama sekali tidak pernah 
melihat seorang pun yang lebih baik kehidupannya dibandingkan beliau, 
meskipun beliau mengalami kesempitan, kesulitan, serta sangat jauh dari 
kemewahan dan berbagai kenikmatan dunia. Bahkan sebaliknya, beliau 
dipenjara, diancam dan dianiaya. Walaupun demikian, beliau termasuk 
manusia yang paling baik kehidupannya, paling lapang dadanya, paling 
kuat hatinya, paling senang jiwanya, (sampai-sampai) kesenangan dan 
kenikmatan hidup tersebut memancar dari wajah beliau. 
Jika
 kami ditimpa ketakutan yang sangat dan persangkaan yang buruk, serta 
merasa bahwa bumi ini menjadi sempit menghimpit, maka kami mendatangi 
beliau. Tidaklah kami melihat dan mendengar ucapan beliau, melainkan 
hal-hal negatif tersebut menjadi sirna, bahkan berubah menjadi 
kelapangan, kekuatan, keyakinan dan ketentraman. 
Maka
 Maha Suci Allah yang telah yang telah memperlihatkan surga-Nya (di 
dunia) kepada para hamba-Nya sebelum pertemuan dengan-Nya, dan telah 
membukakan pintu-pintu surga tersebut untuk mereka di negeri amal, 
sehingga mereka mendapatkan kenikmatan, kelapangan dan kebaikannya dalam
 rangka mengisi kembali kekuatan mereka untuk mencari dan berlomba-lomba
 meraih surga.” [Al-Wābil ash-Shayyib min al-Kalim ath-Thayyib, hal. 69-70] 
Sebagian
 orang bijak berkata, “Orang-orang yang patut dikasihani dari ahli dunia
 keluar meninggalkan dunia sementara mereka belum merasakan indah 
kenikmatannya.” Ada yang bertanya, “Apakah itu?” Orang bijak itu 
menjawab, “Cinta kepada Allah, tentram dengan-Nya, dan merindui 
pertemuan dengan-Nya….” [Raudhatul Muhibbīn, hal. 148] 

Post a Comment